Laman

Minggu, 17 Maret 2013

Pendekatan Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


 Pendekatan Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
            Secara umum, dikenal adanya dua pendekatan yang sering dilakukan dalam memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu pendekatan kelompok/klasikal dan pendekatan individual.
            Selain pendekatan individu dan pendekatan kelompok, bagi anak berkebutuhan khusus ada pendekatan lain yang berorientasi ke pencapaian hasil belajar anak, yaitu pendekatan remidial dan pendekatan akseleratif. Pendekatan remidial bertujuan untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam upaya mencapai kompetensi yang ditentukan dengan lebih menekankan pada hambatan atau kekurangan yang ada pada anak berkebutuhan khusus. Pada pendekatan akseleratif bertujuan untuk mendorong anak berkebutuhan khusus, utamanya anak berbakat untuk lebih lanjut menguasai kompetensi yang ditetapkan berdasar assesmen kemampuan anak. Pendekatan akseleratif juga lebih bersifat individual.
1.    Anak Berkelainan Fisik
            Secara umum anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik membutuhkan layanan pendidikan dengan pendekatan dan strategi khusus, yang dapat dikemukakan sebagai berikut.
a.       Anak Tuna Netra
            Strategi khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak tuna netra menurut Hardman (dalam Suparno, 2008), meliputi 3 hal, yaitu sebagai berikut.
1)   Mobility training and daily living skill, yaitu latihan untuk berjalan dan orientasi tempat dan ruang dengan berbagai sarana yang diperlukan serta latihan keterampilan kehidupan keseharian yang berkaitan dengan pemahaman uang, belanja, mencuci, memasak, kebersihan diri, dan membersihkan ruangan.
2)   Tradisional curriculum content area, yaitu orientasi dan mobilitas, keterampilan berbahasa termasuk ekspresinya dan keterampilan berhitung.
3)   Communication media, yaitu penguasaan braille dalam komunikasi.
            Annastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw (dalam Suparno, 2008) menyatakan bahwa layanan khusus bagi anak tuna netra yaitu sebagai berikut.
1)   Penguasaan Braille, yaitu kemampuan untuk menulis dan membaca braille.
2)   Latihan orientasi dan mobilitas, yaitu jalan dengan pendamping awas, latihan jalan mandiri, latihan jalan dengan menggunakan alat bantu jalan (tongkat dan sign guide).
3)   Penggunaan alat bantu dalam pembelajaran berhitung dan matematika, meliputi cubaritma, papan taylor frame, abacus (sempoa) dalam operasi penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan beberapa konsep matematikan braille.
4)   Pembelajaran pendidikan jasmani bagai anak tuna netra. Pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak tuna netra menggunakan pendidikan jasmani adaktif.
5)   Pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran IPA sedapat mungkin menggunakan model yang dapat diamati dan diraba oleh anak.
b.      Anak Tunarungu
Menurut Suparno (2008) ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi anak tuna rungu, yaitu sebagai berikut.
1)   Metode oral, yaitu cara melatih anak tuna rungu dapat berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar.
2)   Membaca ujaran, yaitu suatu kegiatan yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau pemberian makna pada apa yang diucapkan lawan bicara dimana ekspresi muka dan pengetahuan bahasa turut berperan.
3)   Metode manual, yaitu cara mengajar atau melatih anak tuna rungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual. Bahasa isyarat mempunyai beberapa komponen, yaitu: (a) ungkapan badaniah, (b) bahasa isyarat lokal, dan (c) bahasa isyarat formal.
4)   Ejaan jari. Ejaan jari adalah penunjang bahasa isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar dapat dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu: (1) ejaan jari dengan satu tangan (one handed), (2) ejaan jari dengan kedua tangan (two handed), dan (3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan.
5)   Komunikasi total cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua cara komunikasi, yaitu penggunaan sistem isyarat, ejaan jari, bicara, baca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, menggambar dan menulis, serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai kebutuhan dan kemampuan seseorang.
c.       Anak Tunadaksa
Menurut Frieda Mangunsong (dalam Suparno, 2008) layanan pendidikan bagi anak tuna daksa perlu memperhatikan tiga hal, yaitu sebagai berikut.
1)   Pendekatan Multidisipliner dalam Program Rehabilitasi Anak Tunadaksa
            Pendekatan multidisipliner merupakan layanan pendidikan yang melibatkan berbagai ahli terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan memampuan yang dimiliki oleh anak. Beberapa ahli terkait memberikan layanan rehabilitasi adalah ahli medis (dokter), dokter tulang, dokter syaraf, ahli pendidikan, psikolog, pekerja sosial, konselor, ahli fisioterapi, okupasi, dan ahli pendidikan khusus.
2)   Program Pendidikan Sekolah
            Program pendidikan sekolah bagai mereka yang tidak mengalami kelainan mental relatif sama dengan anak normal, hanya bina gerak masih terus dikembangkan melalui fisioterapi dan terapi okupasi, utamanya untuk perbaikan motoriknya.
3)   Layanan Bimbingan dan Konseling
            Layanan bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengembangkan self-respect (menghargai diri sendiri).
2.    Anak Berkelainan Mental Emosional
            Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan mental-emosional meliputi anak tuna grahita dan anak tuna laras. 
a.    Anak Tuna Grahita
            Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tuna grahita lebih diarahkan pada pendekatan individual dan pendekatan remidiatif. Tujuan utama layanan pendidikan bagi anak tuna grahita adalah penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri sendiri. Layanan pendidikan khusus bagi anak tuna grahita meliputi latihan senso-motorik, terapi bermain dan okupasi, serta latihan mengurus diri sendiri. Perkembangan kemampuan anak berdasarkan tingkat kemampuan kognitifnya.
b.    Anak Tuna Laras
            Pendekatan pendidikan bagi anak tuna laras menggunakan pendekatan bimbingan, konseling, dan terapi. Pendekatan terapi yang sering digunakan untuk layanan pendidikan anak tuna laras menurut Hardman (dalam Suparno, 2008) yaitu: (1) Insight-oriented thterapies, (2) Play therapy, (3) Group therapy, (4) Behavior therapy, (5) Marital and Family therapy, (6) Drug therapy.
3.    Anak Berbakat dan Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
            Pendekatan layanan khusus bagi anak berbakat dan berkesulitan belajar spesifik lebih bersifat pendekatan individual. Pendekatan individual ini lebih memperhatikan potensi yang dimiliki oleh anak.
a.    Anak Berbakat
            Layanan pendidikan bagi anak berbakat di sekolah dasar dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penjaringan (sreening) dan tahap seleksi (identifikasi). Dalam tahap penjaringan dilakukan oleh guru dengan menganalisis hasil belajar anak dan menganalisis hasil observasi komitmen anak akan tugas dan kreativitasnya. Setelah teridentifikasi bakat anak, langkah selanjutnya adalah menentukan layanan pendidikan bagi mereka. Ada berbagai macam layanan pendidikan bagai anak berbakat, yaitu: 1) layanan akselerasi, yaitu layanan tambahan untuk mempercepat penguasaan kompetensi dalam merealisasi bakat anak, 2) layanan kelas khusus, yaitu anak yang berbakat unggul dikelompokkan dalam satu kelas dan diberikan layanan tersendiri sesuai dengan bakat mereka, 3) layanan kelas unggulan, sama dengan layanan kelas khusus hanya berbeda dalam model pengayaannya, dan 4) layanan bimbingan sosial dan kepribadian. 
b.    Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar spesifik menurut Jerome Rosner (dalam Suparno, 2008) ada tiga macam, yaitu sebagai berikut.
1)   Layanan Remidiasi
            Layanan remidiasi terfokus pada upaya menyembuhkan, mengurangi, dan jika mungkin mengatasi kesulitan yang dialami anak.
2)   Layanan Kompensasi
            Layanan kompensasi diberikan dengan cara menciptakan lingkungan belajar khusus di luar lingkungan belajar yang normal, sehingga memungkinkan anak memperoleh kemajuan dalam pembentukan perseptual dan bahasa.
3)   Layanan Prevensi
            Layanan prevensi adalah layanan yang diberikan sebelum anak mengalami ketunacakapan belajar di sekolah. Layanan ini diawali dengan melakukan identifikasi terhadap aspek-aspek yang dimungkinkan menimbulkan atau menyebabkan ketunacakapan belajar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar