Meningkatkan
Pembelajaran dengan Menerapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) Berwawasan Lingkuang
Sosial Budaya
Ditulis
Oleh Ni Putu Sri Agustini
Sebagai
Syarat dalam Memenuhi Tugas Ratam Fakultas
Pendidikan merupakan salah satu
pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia, bahkan kinerja pendidikan
yaitu gabungan angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan dasar sampai
dengan pendidikan tinggi dan angka melek aksara digunakan sebagai variabel
dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel
kesehatan dan ekonomi. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta
relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Intitusi sekolah sebagai salah satu pusat
pendidikan memiliki peran penting yang mengemban tugas untuk melahirkan insan
yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang baik serta
bertanggung jawab. Dalam Undang-undang (UU) No.20, tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Berdasarkan UU di atas jelas bahwa, selain bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, fungsi pendidikan nasional kita susungguhnya
juga diarahkan untuk membentuk watak atau karakter bangsa Indonesia, sehingga
mampu menjadi bangsa yang beradab dan bermartabat serta mampu menjadi bangsa
yang memiliki keunggulan tertentu dibanding bangsa-bangsa lain. Sesuai dengan
tujuan dan fungsi pendidikan nasional tersebut, maka keluaran institusi
pendidikan atau lembaga sekolah seharusnya mampu menghasilkan orang-orang yang
pandai dan baik dalam arti yang luas. Pendidikan tak cukup hanya untuk membuat
anak pandai, tetapi juga harus mampu menciptakan nilai-nilai luhur atau
karakter bangsa. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai luhur atau karakter
harus dilakukan atau dimulai sejak dini.
Pembelajaran karakter berwawasan sosial budaya
adalah suatu proses pembagian makna di antara perwakilan-perwakilan kehidupan
sosial budaya tertentu. Hal ini bersifat pengalaman, sebuah proses pembelajaran
karakter yang terus-menerus bertahun-tahun, dan menembus secara mendalam pada
pola-pola pikir, perasaan dan tindakan seseorang.
Sosial budaya sebenarnya adalah bagian integral
suatu interaksi antara budaya dan pemikiran. Pola budaya kognitif dan kebebasan
terkadang diisyaratkan secara ekplisit dalam tindakan, contoh gaya prilaku akan
menjadi faktor penentu budaya tertentu. Wilhem Von Humdalk (1767-1835) yang
mengklaim bahwa social budaya membentuk karakter seseorang. Pendekatan yang
sebenarnya menggambarkan sebagian apa yang dipresentasikan pada buku, isu,
penemuan, kesimpulan, dan prinsip pembelajaran dan pengajaran karakter,
prinsipnya adalah: a) Motivasi dari dalam merupakan dorongan utama untuk
belajar, b) percaya diri merupakan awal yang penting untuk keberhasilan, c)
karakter dan budaya merupakan suatu jalinan.
Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk
memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan
mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa
memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk
mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh
komponen utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism),
membentuk group belajar yang saling membantu (interdependent learning groups),
menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), pemodelan (Modelling),
refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic
Assessment).
Sintaks dari tahapan CTL tersebut dapat dilihat
dari tabel berikut.
Tabel Sintaks Model pembelajaran
CTL
Tahapan
|
Kegiatan Siswa
|
Invitasi
|
Siswa didorong
agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Siswa
diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahamannya
tentang kinsep tersebut.
|
Eksplorasi
|
Siswa diberi
kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan,
pengorganisasian, penginterprestasian data dalam sebuah sebuah kegiatan yang
telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi
tentang masalah yang dibahas.
|
Penjelasan dan Solusi
|
Siswa memberikan
penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah
dengan penguatan guru. Siswa dapat menyampaikan gagasaan, membuat model,
membuat rangkuman dan ringkasan.
|
Pengambilan Tindakan
|
Siswa dapat
membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai
informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik
secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.
|
Melalui pembelajaran kontekstual berwawasan
sosial budaya, siswa diberi kesempatan yang lebih luas untuk mengkontruksikan
pengetahuannya sesuai dengan lingkungan sosialnya serta untuk mengolah
informasi yang lebih bermakna (meaningful
learning) bagi dirinya. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian
siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar
pengetahuan yang mendalam dimana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara
untuk menyelesaikannya. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas
pembelajaran ini menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa
dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur
hidup. Dengan perkataan lain siswa akan mempelajari materi pelajaran yang disajikan
melalui konteks kehidupan sosial budaya mereka dan menemukan arti dalam proses
pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih menyenangkan. Oleh
karena itu diperlukan kreativitas guru dalam mengajar .
Tugas guru dalam kelas kontekstual adalah membantu siswa mencapai
tujuannya, yaitu untuk membantu siswa mengembangkan potensi intelektual mereka,
mengajarkan langkah-langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritis dan
kreatif serta memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikirnya pada
tingkatan yang lebih tinggi dalam dunia nyata. Maksudnya guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi . Jadi sebagian besar
tugas guru adalah “menyediakan konteks”, karena semakin siswa mengaitkan
pelajaran-pelajaran akademis mereka dengan konteks semakin banyak makna yang
akan mereka dapatkan dari pelajaran itu. Untuk itu tugas guru mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
siswa. Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata
guru. Dalam hal ini siswa tidak hanya terfokus pada buku teks ataupun pada
guru. Siswa diajarkan untuk berpikir kritis dan kreatif. Dengan pendekatan
kontekstual yang menghubungkan materi ajar dengan isu-isu sosial kontemporer,
menuntut siswa untuk menggali potensi daya pikir sehingga dapat memecahkan
permasalahan yang ada. Siswa tidak hanya sekedar menghafal fakta saja namun
siswa dapat mengkritisi suatu peristiwa dan memaknainya dengan menghubungkan
materi pelajaran dengan isu-isu budaya sosial
kontemporer.