Laman

Minggu, 30 September 2012

Meningkatkan Pembelajaran dengan Menerapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Berwawasan Lingkuang Sosial Budaya


Meningkatkan Pembelajaran dengan Menerapkan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Berwawasan Lingkuang Sosial Budaya

Ditulis Oleh Ni Putu Sri Agustini
Sebagai Syarat dalam Memenuhi Tugas Ratam Fakultas

Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia, bahkan kinerja pendidikan yaitu gabungan angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi dan angka melek aksara digunakan sebagai variabel dalam menghitung Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bersama-sama dengan variabel kesehatan dan ekonomi. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. 
 Intitusi sekolah sebagai salah satu pusat pendidikan memiliki peran penting yang mengemban tugas untuk melahirkan insan yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang baik serta bertanggung jawab. Dalam Undang-undang (UU) No.20, tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 dinyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan UU di atas jelas bahwa, selain bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, fungsi pendidikan nasional kita susungguhnya juga diarahkan untuk membentuk watak atau karakter bangsa Indonesia, sehingga mampu menjadi bangsa yang beradab dan bermartabat serta mampu menjadi bangsa yang memiliki keunggulan tertentu dibanding bangsa-bangsa lain. Sesuai dengan tujuan dan fungsi pendidikan nasional tersebut, maka keluaran institusi pendidikan atau lembaga sekolah seharusnya mampu menghasilkan orang-orang yang pandai dan baik dalam arti yang luas. Pendidikan tak cukup hanya untuk membuat anak pandai, tetapi juga harus mampu menciptakan nilai-nilai luhur atau karakter bangsa. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai luhur atau karakter harus dilakukan atau dimulai sejak dini.
Pembelajaran karakter berwawasan sosial budaya adalah suatu proses pembagian makna di antara perwakilan-perwakilan kehidupan sosial budaya tertentu. Hal ini bersifat pengalaman, sebuah proses pembelajaran karakter yang terus-menerus bertahun-tahun, dan menembus secara mendalam pada pola-pola pikir, perasaan dan tindakan seseorang.
Sosial budaya sebenarnya adalah bagian integral suatu interaksi antara budaya dan pemikiran. Pola budaya kognitif dan kebebasan terkadang diisyaratkan secara ekplisit dalam tindakan, contoh gaya prilaku akan menjadi faktor penentu budaya tertentu. Wilhem Von Humdalk (1767-1835) yang mengklaim bahwa social budaya membentuk karakter seseorang. Pendekatan yang sebenarnya menggambarkan sebagian apa yang dipresentasikan pada buku, isu, penemuan, kesimpulan, dan prinsip pembelajaran dan pengajaran karakter, prinsipnya adalah: a) Motivasi dari dalam merupakan dorongan utama untuk belajar, b) percaya diri merupakan awal yang penting untuk keberhasilan, c) karakter dan budaya merupakan suatu jalinan.
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen  utama dari pembelajaran produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), membentuk group belajar yang saling membantu (interdependent learning groups), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment).
Sintaks dari tahapan CTL tersebut dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel Sintaks Model pembelajaran CTL
Tahapan
Kegiatan Siswa
Invitasi
Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahamannya tentang kinsep tersebut.
Eksplorasi
Siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginterprestasian data dalam sebuah sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang dibahas.
Penjelasan dan Solusi
Siswa memberikan penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru. Siswa dapat menyampaikan gagasaan, membuat model, membuat rangkuman dan ringkasan.
Pengambilan Tindakan
Siswa dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

Melalui pembelajaran kontekstual berwawasan sosial budaya, siswa diberi kesempatan yang lebih luas untuk mengkontruksikan pengetahuannya sesuai dengan lingkungan sosialnya serta untuk mengolah informasi yang lebih bermakna (meaningful learning) bagi dirinya. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam dimana siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas pembelajaran ini menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Dengan perkataan lain siswa akan mempelajari materi pelajaran yang disajikan melalui konteks kehidupan sosial budaya mereka dan menemukan arti dalam proses pembelajarannya, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih menyenangkan. Oleh karena itu diperlukan kreativitas guru dalam mengajar .
Tugas guru dalam kelas kontekstual adalah membantu siswa mencapai tujuannya, yaitu untuk membantu siswa mengembangkan potensi intelektual mereka, mengajarkan langkah-langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritis dan kreatif serta memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikirnya pada tingkatan yang lebih tinggi dalam dunia nyata. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi . Jadi sebagian besar tugas guru adalah “menyediakan konteks”, karena semakin siswa mengaitkan pelajaran-pelajaran akademis mereka dengan konteks semakin banyak makna yang akan mereka dapatkan dari pelajaran itu. Untuk itu tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Dalam hal ini siswa tidak hanya terfokus pada buku teks ataupun pada guru. Siswa diajarkan untuk berpikir kritis dan kreatif. Dengan pendekatan kontekstual yang menghubungkan materi ajar dengan isu-isu sosial kontemporer, menuntut siswa untuk menggali potensi daya pikir sehingga dapat memecahkan permasalahan yang ada. Siswa tidak hanya sekedar menghafal fakta saja namun siswa dapat mengkritisi suatu peristiwa dan memaknainya dengan menghubungkan materi pelajaran  dengan isu-isu budaya sosial kontemporer.